Sabtu, 29 November 2014

perumpamaan ku

Ini bukan tentang kebesaran sriwijaya, bukan tentang kemegahan samudra pasai.
Bukan tentang kejayaan majapahit, ataupun Kerajaan timur yang terlupa.
bukan tentang ratu sima sebagai seorang ratu,...
Bukan tentang ken arok dan ken dedes.

Ini bukan tentang kutukan mpu gandring, bukan tentang sumpah gajah mada.
Bukan tentang kajaolalido yang bijaksana, bukan tentang kehrbatan siliwangi.
Ini bukan tentang taktik nya arya wiraraja, bukan tentang ayam jantan dari timur.
Bukan tentang kebijaksanaan malikus salam, atau tentang syair para dewa.
Ini bukan tentang mpu prapanca, ataupun tentang empu tantular dlm sutasoma.
Bukan sebagai satwamarga para ksatria, bukan tentang pertapaan akan hakikat.
Bukan tentang perjuangan atas penjajah, bukan tentang tokoh revolusi.
Bukan tentang perjuangan kaum ibu, bukan tentang bambu runcing.
Bukan tentang perlawanan kaum sarungan, bukan tentang do'a para syuhada.
bukan tentang pemuda, ataupun tentang orang tua dlm perjuangan.
Akan tetapi,
Ini tentang kebenaran yang waktupun malu menyembunyikan nya,
tentang perjalanan yang dibuka dan ditutup.
Dan akhirnya selesai.
KEBENARAN

Penerawanganku akan wajar ketika menatap-Mu,
Kembali menjadi nyata tatkala Kau berkata,
Dunia adalah nestapa,
Tempat dimana air mata dan derita berpesta,...
Tempat dimana langit dan bumi bercumbu,
Tertawa dan beranak.


Memaknai-Mu menjadi hak untuk nurani ku,
Meskipun sampai dipertigaan samudra,
Engkau tetap satu dalam pertapaan-Ku,
Bukan karena kewajiban yang kumaksud,
Ataupun karena harapan,
Akan tetapi,
Karena kodrat akan keharusan yang wajar.

Ini tentang kanyataan yang nyata,
Yang berbaring lama dalam kelopak surga,
tak pernah dijamak oleh nurani,
menjadi bisu dan kaku,
berkarat dan berlalu,
Dia adalah kebenaran yang benar.

Ku Berbagi maksud dari perkataan langit,
Memaksa sang penakluk untuk bersajak,
Biarpun sederhana terlihat,
Tapi dia menjadi kenyataan dari setiap perkataan,
Menjadi ibu dari setiap kelahiran,
Dan menjadi awal dalam setiap kejadian.

Aku tidak menolak setiap kedatangan-Nya,
Karena dia adalah hakikat dari maknaku,
Biarkan dia menyapa,
Karena Dia tidak menjauh dan tidak pergi,
Aku hanya membukanya dengan sujud.
Dan berkata ini kebenaran.

Dia tidak memaksa ku,
Berada dalam sadar ataupun tertidur,
Dia bukanlah majikan yang menjadikanku budak,
Tapi dia adalah lantunan yng dinyanyikan alam,
Yang menjadikan semua makhluk terdiam serentak,
Begitulah aku dengan-Nya,
Tidak banyak yang kutau,
Dan hanya rasa yang memaksaku berkata,
Bahwa inilah kebenaran.
KETAKUTAN

Aku gemetaran,
Jiwaku ketakutan,
Bagaikan badai Melanda sadarku disetiap sudut kamar,...
Lampu rumah bagaikan bara dilautan kematian,
Memenjara dan membungkam kata damai hidupku,
Keringatku berjatuhan bagaikan bebatuan,
Keteganganku memuncak,
Amarah berdetak mengalahkan pusar kehidupan,
Aku semakin menjadi,
Dan tak terkendali,
Mungkin iya aku tersesat.?



Menatap lepas tapi berbenturan dengan kabut tebal,
Merayap dilorong semakin menjadi gelap tak menentu,
Aku bertanya,
Apa ini awal atau sebuah akhir,
Pertanyaanku melawan arus samudra,
Kemudian melemah dan runtuh seketika,
Kembali menatap lepas,
Badai kehidupan menundukkan pandanganku,
Beri aku sesuatu,
Mungkin sebagai jawaban ataupun hanya sekedar ocehan,
Aku hilang.


Katakutan di setiap perpisahan waktu,
Menjauh dari kata damai,
Dingin dan panas menyatu,
Bersatu dengan kegelisahan,
Bukankah itu suatu ketakutakun.?
Mungkin iya,
Karena ini rasa yang tak berwujud,
Dan kata-kata tak mampu menjelaskan semuanya.
Ada jalan,
Dimana jalan nya,
Atau mau kemana aku,
Bertujuan,
Aku tak punya tujuan,





Semua berkata dan menyatu,
Ketakutan semakin menjadi dan memuncak,
Apa ini kehidupan.?
Wahai para pandawa semesta,
Ksatria bulan dan bintang,
Gunung-gunung melatus,
Air laut menyurut,
Pujangga masa silam,
Pangeran berkuda,
Prajurit alam baka,
Bantu dan beri jawaban,
Aku ketakutan dan bertanya.

Jumat, 22 Agustus 2014

mak..

mak...
aku ingin kembali..
saat semuanya berkata dengan sederhana
tersenyum dengan sederhana
menyapa dengan sederhana
memaafkan dengan sederhana

maaf mak...
bukan maksudku ingin melangkahi-Nya
tapi aku bosan mak..
aku bosan dengan penampakan keadilan yang biadab
dengan lukisan yang bersimba darah
dengan pemikiran yang munafik
dengan sekolah yang membodohkan
dengan jabatan yang menindas mak..

aku rindu padamu mak..
aku ingin membelaimu dalam kehenian
bersama malam yang bisu kita bercerita
bercerita tentang hidup yang fana
bercerita tentang keadilan yang rakus
keadilan yang memilih tuannya karena uang
hummm..
aku masih terjaga mak
karena kau..

setetes surat buat mereka disana..!!
salam damai.

Kamis, 21 Agustus 2014

saksi sejarah

sejenak arah naluriku berkiblat pada masa silam,
ketika kita tidak mengenal satu sama lain,
bertatapan dengan wajah yang sayu,
ketika tertipu dengan cerita para tetangga,
saat kita tidak mengenal arti kedewasaan,
saat kita tidak mengenal ini semua seperti sekarang.

kita sering menyapa semesta dengan sapaan keikhlasan,
berjalan perlahan karena takut dengan amarah orang tua,
keluar sembunyi meski lewat jendela,
mengarungi malam dengan dongeng para ksatria,
belajar makna hidup di rumah pak guru,
mengkaji semesta lembar demi lembar.

kita sering berjalan dan berlari,
meski tak tau arah,
tapi kita tetap mengerti kenapa kita berlari,
pantat kita sering tergores oleh sebuah tanggung jawab,
meski terlihat sebagai  murka,
tapi dia benar dan baik.

mulut-mulut kesucian berteriak mengajari,
sampai batuk dan berdahak,
tapi kita enggan mau mengerti,
dan kita slalu bilang itu sebagai murkaan,
bukan sebagai ilmu hidup,
kebijaksanaan yang menjadi saksi,
saat kayu itu menampar kaki itu,
berteriak dan menangis.

ibu didapur berlari,
merangkul dan membelai,
kayu tetap setia di kaki itu,
perlahan ibu mencabut satu demi satu sedih ku,
dan menawarkannya pada ayah,
ayah dengan sedehananya berkata,
"kenapa kamu tidak mengaji.?

kebaikan adalah kebaikan,
dia tidak bisa di ubah,
meski jembatan nya susah di lewati,
tapi maknanya akan menjadi syair dlm perjalanan.
syair itu menjadi teman dalam kehidupan dan kematian.

para peri yang mandi disungai,
menebarkan butiran wewangian sampai di pegunungan,
padipun ikut menguning,
dan kita bergembala sapi lagi,
menunggang kuda sambil menatap purnama,
sarung selepas mengaji masih terikat dengan kuat,
karena kita nanti akan mengaji lagi.

kasihan pak joko,
dia sendirian menjaga sawahnya,
dia ajak anak istri ke sawah,
dia mengajar akan tanggung jawab,
ibu mengajar akan keikhlasan,
padi dan bawang pun tumbuh dengan baik.

kasihan pak lurah,
dia menjaga warganya,
tapi sebenarnya tidak ada yang perlu dijaga,
karena kita saling percaya,
dan saling berbagi pula,
kenapa harus diamankan kalau  tidak ada kejahatan.

kasihan kepada pak guru,
dia harus jalan kaki ke sekolah,
mengajari kehidupan,
di ajari kemanusiaan,
baju kami kotor dan bau asem,
meskipun ingusan,
semangat kami mengalahkan kobaran api.

satu rantang nasi untuk besok,
sayur diladang dan dipasar sama saja,
apapun alasannya perut sudah ada temannya,
meskipun terkadang garam,
tapi nikmat itu ada,
mungkin karena garam malu kalau kita bersedih,
maka dia memantra kita dengan rasa,
rasa akan makna syukur.

Titik Akhir

ketika nada telah sudi untuk beralun,
Senandung makna bersujud pada kekasihnya,
gelombang sinar fajar meluapkan do'anya,
pelita semesta malam meniduri kesunyian,
angkuh tunduk pada pertapaan yang sempurna.

jangan bicara soal siapa yang benar ataupun salah,
bicaralah tentang kemanusiaan,
karena benar dan salah adalah kutukkan,
kutukkan terhadap kewajaran,
Kutukan terhadap kenyataan,
Juga Kutukan terhadap warna kehidupan,
dan akhirnya melahirkan penindasan,
sedangkan bicara kemanusiaan,
Bicara tentang martabat dan kehormatan.

menciumi pundak siang dan malam,
sembari menerawang perbatasan kehidupan dan kematian,
lagu sederhana mulai terlantun,
bersama kata yang terucap,
kebisuan yang menyapa,
negeri para raja yang terlupa,
kecupan-kecupan masa silam yang mesrah.

kenapa mesti meragukan kebenaran,
Kalau kebenaran adalah akar semesta,
meski dipotong dia akan tetap tumbuh dan ada,
dia akan hidup disetiap perut seorang ibu,
diselangkangan zaman,
dipergantian siang dan malam,
dan dia akan tetap benar meski dia tidak benar,

Kamis, 14 Agustus 2014

sebuah makna syurga

ketika nada telah sudi untuk beralun,
gerimis makna bersujud pada Tuannya,
gelombang sinar fajar meluapkan do'anya,
pelita semesta malam meniduri kesunyian,
angkuh tunduk pada pertapaan yang sempurna.

jangan bicara soal siapa yang benar ataupun salah,
bicaralah tentang kemanusiaan,
karena benar dan salah adalah kutukkan,
kutukkan terhadap kewajaran,
juga terhadap kenyataan,
dan akhirnya melahirkan penindasan,
sedangkan kemanusiaan adalah martabat dan kehormatan.

tibalah aku bertanya,
menciumi pundak siang dan malam,
sembari menerawang perbatasan kehidupan dan kematian,
lagu sederhana mulai terlantun,
bersama kata yang terucap,
kebisuan yang menyapa,
negeri para raja yang terlupa,
kecupan-kecupan masa silam yang mesrah.

kenapa mesti meragukan kebenaran,
kebenaran adalah akar semesta,
meski dipotong dia akan tetap tumbuh dan ada,
disetiap perut seorang ibu,
diselangkangan zaman,
dipergantian siang dan malam,
dan dia akan tetap benar meski dia tidak benar,

Rintihan Sederhana

musim telah menjadi saksi
engkau membisu dan tak pernah bercerita
gelisah mulai menyapa
saat lambaian itu berkibar.

akupun menyadari kau telah beranjak,
saat hati tersaksiti engkau pembunuh sukma
luka kau titipkan..
membara bagaikan api
kenap kau beri harapan,
bila tngnmu kau lambaikn

tersesat aku di sini
tak mampu menyapa mentari
kerikil telah berduri
kaki menjerit kesakitan

kau rengguk semua mimpi
saat janji kau kibarkan
kini jiwa telah menangis
kerikil jalanan tempat bersandar

wahai sang pemeluk teguh
dengarkn kami yg bercerita
jangan biarkn mereka menari...
saat jiwa berteriak merdeka....

tatapan makrifat

Ketika aku berhadapan dengan maut,
aku sadar aku hidup dalam permulaan yang abadi,
ketika aku berhadapan dengan kehidupan,
aku sadar aku memeluk keabadian, 

ketika aku berhadapan dengan "Semesta",
aku sadar aku adlah wujud keabadian-Mu,
ketika aku berhadapan dengan mu juwitaku,
aku sadar kau adalah keabadian.

semua menjadi abadi dlam penghambaanku..

pertanyaan wujud

Aku membayangkan seluk beluk syurga yang misteri,
Kematian menatap diatas busur kepalaku,
Membidik jantungku setiap saat aku lengah,
ketakutanku semakin menjadi,
Apakah aku berbuat demi syurga ataupun neraka.

Aku sekedar bertanya,
Tentang jiwa yang terpisah,
Tentang nyawa yang melayang,
Tentang badan yang bergeletak,
Tentang sebuah tanggung jawab,
Tentang kehidupan serta kematian.

Kalajengking yang merayap di dinding,
Nyamuk-nyamuk nakal memperkosa kesunyian,
Memberi nada membisukan keadaan
Aku hanya berbaring dlm lamunan,
Memaknai waktu sebagai semestinya,
Dan memaknai kamu sebagai semestinya.

Negeri Para Raja

Apa yang membuat kita ragu.?
Padi yang tumbuh di belakang rumah,
Otot2 yang mengeras mencangkul tanah,
Memasuki taring samudra dan bumi,
Para orang tua yang berdoa di dlam gua,
Anak2 kecil asyik bermain layang2,
Dikebun itu berseri pohon2 kehidupan.

Apa yang membuat kita ragu.?
Bunga2 mawar mewangi didepan pintu,
Ikan berpesta di dlm kerajaannya,
Gagak terbang membawa ketakutan,
Merpati singgah dlm kecintaan yang sempurna,
Dedaunan beralun dan berirama,
Jagung di atap istana yang terbentang,
Ubi kesederhanaan yg dimasak didapur.

Apa yang membuat kita ragu.?
Seorang ayah mengajari anaknya,
Tetangga meyapamu dengan senyuman,
Air sungai yang mengalir adanya,
Para gembala memandikan kerbau nya,
Siut seruling memecahkan cakrawala,
Kakek megoceh karena ladang nya kemalingan.

Apa yang membuat kita ragu.?
Para jejaka memainkan keseniannya,
Si ayu malu dan memerah mukanya,
Petuah pak lurah yang bijaksana,
Para orang tua mengajari kemanusiaan,
Seorang guru membelai muridnya,
Didepan sekolah mereka menanam ilmu,
Didepan kehidupan mereka berbagi makna.

Apa yang membuat kita ragu.?
Para bidadari mencuci pakaiannya,
Bermain air dan membelai rambut nya yg basah,
Pelangi turun menghiasi desa,
Para kiyai duduk dan bersilat membaca tasbih,
Para santrinya ikut dlam lautan ma'rifat.

Apa yang membuat kita ragu.?
Ibu berdongeng tentang kesatria,
Anak mendengar sambil bertanya,
Rumput dipinggiran sawah yang dimakan sapi,
Emas tumbuh didlam perut ibu,
Pertama dan mutiara dimana2.

Apa yang memubuat kita ragu.?
Nelayan membaca peta sang bintang,
Arah angin membawaku ke hulu,
Ikan teri dijemur diatap rumah,
Kejujuran dipupuk didalam rumah,
Kapak dipundak yang terbentang,
Mengarungi hutan dan berburu dengan srigala,
Pohon2 tinggi meyatu dengan harapan.

Apa yang membuat kita ragu.?
Alam adalah guru kehidupan,
Mengajari bemimpi dan berjuang,
Kayu yang mati utk memasak nasi,
Semut2 bahu membahu utk hidup,
Kumbang mencari mangsa nya,
Bunga mekar dan kehidupan trus berjalan.

Apa yang membuat kita ragu.?
Siang dan malam menjadi teman,
Menjaga dan dijaga adalah satu,
Menjadikan hidup adalah kecintaan,
Kecintaan akan kehidupan dan kematian.

Apa yang membuat kita ragu.?
Seorang tuan mengajari dengan tindakan,
Kata2 menjadi lemah dan tak berguna,
Didepan gerbang terlihat senyum karena bahagia,
Prajurit gagah karena tanggung jawab,
Ibu gagah karena keikhlasan,
Pecinta gagah karena ketulusan.
........Negeri para raja....

Senin, 04 Agustus 2014

keluhku

angin merobek kulitku,
melalui pori2 pesan itu membawa mimpi panjang,
mimpi itu menjelma menjadi ketakutan,
ketakutan yang menertawakan perlawanan,
dan meniadakan kebenaran.


sepasang nyamuk di udara,
bernada dan menyapa dengan malu,
merekapun mengerti,
udara kini berbau kotor dan menyengat,
amarah dan kerakusan menjadi tujuan,
meniadakan manusai yang manusai.


wahai sang guru,
ma'afkan anak didikmu,
aku tidak bisa lagi membaca,
membaca buku-buku kasik tentang kehidupan,
yang kau ajarkan dengan cinta dan harapan.

buku yang kau ajarkan kini menjadi tumpukan dibelakang rumah,
kutu dan tikus berpesta dan bernyanyi,
debu menutupi maknanya,
dan akupun lupa menjadi manusia.

wahai sang ibu,
nasi kau masak didapur dulu,
kini menjadi bahasa yang sukar dalam langkahku,
menjadi alasan untuk meludah,
bahkan menjadi hakim kematian.

kederhanaan yang kau pupuk,
hilang dan berganti kemegahan,
kewajaran bertutur yang kau ajarkan,
kumaknai sebagai penindasan,
dan makna ku hilang bu.

wahai sang ayah,
keberanian yang kau ajarkan,
kini menjelma menjadi ganas dan buas,
memangsa apa saja,
tampa meniduri kebijaksanaan.

dulu kau mengajariku akan makna malu,
malu terhadap sesama manusia,
terhadap alam dan juga kematian,
namun kini,
aku menjadi malu kalau tidak memangsa manusai.

wahai masa silam,
mengajariku tentang kebenaran dan cinta,
berjalan dalam nada yang panjang,
menjadi guru dan kesimpulan hidup,
bertutur adlah air dan api.

akan tetapi,
aku lupa maknanya,
bahkan suara waktunya aku tak ingat,
kadang iya dan kadang tidak,
menjadi beban hidup yang nyata.

aku lupa akan masa dimana aku menjadi manusai,
aku lupa akan wujudku seperti apa,
aku lupa akan alasan duniaku,
aku lupa akan kehinaan yang hina..
entahlah







Minggu, 03 Agustus 2014

KEBENARAN APA YANG KITA TERIAKKAN




wahai para ksatria negeriku,
tengoklah mereka dibalik menara itu,
dibawah kolom bangunan,
dipersimpangan jalan raya,
di emperan selokan zaman,
disudut-sudut gua dalam perkotaan.

Sarjana yang menganggur,
Orang tua berjalan tertatih-tatih,
Seorang ayah keluar dipagi buta,
Ibu memasak batu didapur,
Anak menangis karena kurang gizi,
Nestapa yang menjadi,
Mimpi malam yang terusik

Bangunan megah yang berpenghuni,
Gubuk air mata di lorong kota,
Makanan para raja negeri sebrang,
Karya negeri yang menangis,
Bakti yang terbeli,
Mimpi yang terpangkas,

Keadilan hanyalah mitos dlm penghambaan kami,
Kebenaran hanyalah ilusi para penguasa,
Yang bisa dimainkan tampa nurani,
Jangan bilang dirimu adil kalau hanya melihat berdasarkan warna sosial,
Jangan bilang dirimu adalah kebenaran kalau kamu membunuh kebenaran.

Kami hanyalah rentetan kaum hina,
Melata dimegahnya istana,
Mencari makna akan hidup yang misteri,
Berkata dan teriak karena kami tidak tahu,
Berdiam dan membisu karena kami malu dan ketakutan.

Kebenaran macam apa yang kita tegakkan,
Apakah kebanaran yang memanusiakan,
Ataukah kebenaran penindasan.?
Semua serba mitos dalam pemaknaan kami,
Sujud dan pertapaan itu terhempas begitu saja.

Yang kami tau,
Kebenaran tidak akan pernah mati,
Meski kau bakar dengan kekuasaan,
Tapi dia akan slalu hidup disetiap bait zaman,
Meski kau meludahi dengan kebijakan,
Tapi dia akan slalu tumbuh dipangkuan seorang ibu.

Yang kami tau,
hidup adalah perjungan,
Perjuangan dalam drama pilu negeriku,
Drama yang dibuat bahkan  dipesan oleh cukong berdasi,
Demi apa dan bagaimana,
Kalianpun lebih tau itu,

Yang kami tau,
Ilmu bagaikan cahaya,
Menjadi harapan dalam kegelapan,
Laksana air dalam kehausan,
Memberi dan bermakna adalah keharusan.

Akan tetapi,
Makna cahaya itu samar,
Dan kami di hantui setiap terjaga dan terlelap,
Kami bingung karena kami hina dan tidak tau,
Apakah cahaya itu sebagai alat pembebasan atau penindasan.?

Makna-makna klasik itu akankah slalu terjaga,
Dulu kita takut pada seorang raja dan kaisar,
Tapi sekarang kita hanya tunduk dan takut pada kebenaran dan cinta.
Akan tetapi,
Kebenaran macam apa yang kita teriakkan.?


Sabtu, 02 Agustus 2014

makna waktu

waktu adalah sesuatu yang jelas ada,
berbaring dan terlelap dalam setiap lembaran peradaban,
berjalan dan berhenti adalah sama,
sama-sama sukar untuk mengartikannya,
tapi dia ada dan bahkan bisa membunuh.

waktu terkadang membuat ku menua,
kembali pada masa kanak-kanak ku, 
mengizinkan senyum kembali menyapa,
membiarkan angkara berpesta meriah,
dan akhirnya menguji setiap harapan menjadi nyata.

waktu adalah pelaku hidup,
menyaksikan darah yang bercucuran,
merekam setiap masa silam,
menyaksikan maksud yang tak bertuan,
membumikan teriakan yang menjadi.

waktu adalah teman,
tempat dimana kita berbagi,
mencari dan dicari,
mendiskusikan hal-hal sederhana,
sampai pada masalah yang memecahkan kepala,

waktu adalah guru,
mengajari makna akan hidup,
mengingatkan akan kehidupan dan kematian,
memberi dan diberi,
makna pertemuan dan perpisahan,

waktu adalah cinta,
mengajarkan mencintai dan dicintai,
memberi tampa harapan wujud,
berdamai dengan semesta,
tersenyum kepada hidup,
dan mema'akan sebagai mutiara kehidupan.

waktu adalah kebijaksanaan,
mengajari cara bersyukur,
memaknai mati sebagai awal,
mengajari alasan kenapa menangis,
mengajari kenapa memberi,
sampai pada ajaran tentang kebenaran mutlak.

terkadang waktu begitu sombong,
susah dimaknai,
namun sebenarnya,
waktu adalah kebijaksanaan,

mata rantai di mana semuanya terjadi.

mimpi adalah sebuah harapan,
harapan hanyalah angan2,
dan angan2 akan menjadi nyata apabila waktu merestuinya.

Anak yang Lapar

Anak yang lapar di jalan raya,
dicomberan peradaban,
dibawah gedung mewah,
disetiap persimpangan jalan,
dibawah jembatan,
teruslah bergumam.

anak yang lapar,
mencari akan makna kata kenyang,
bertahan demi satu alasan yang tak pasti,
hidup dan mati adalah sama,
bagaikan kerangka hidup sang sufi.

selimut tergumpal debu,
alas lelap adalah bumi,
kertas-kertas jalanan menjadi penghangat,
emperan tokoh menjadi istana,
memakan dan dimakan semua menjadi rakus.

menangislah ibu,
karena tangisan  adalah keihlasan,
keikhlasan akan suatu pengabdian,
anak2 bangsamu menjadi terlantar dan terdampar,
terkurung didalam rimba penuh tragedi,
memangsa dan dimangsa.
menjadi angan2 para pemimpin.

anak yang lapar,
mintalah pada Tuhan,
agar mereka menjadi bapak dan ibu yang baik,
mendengar air mata itu,
memaknai kalian sebagai layaknya anak.

anak yang lapar,
bersabarlah,
Tuhan tidak pernah tertidur,
dia slalu terjaga dengan keagungannya,
dan kau perlu mengangkat tangan atau berbaring manyapa-Nya.

anak yang lapar,
bertanyalah pada ibumu,
kenapa ayah ngak pernah pulang,
kenapa hidup membingungkan,
kenapa mati sangat dekat,
kenapa raja-raja sangat rakus,

anak yang lapar,
usaplah ingusmu dan mulai melangkah,
angkat celanamu,
berbaringlah dimana saja dalam keadaan tersenyum,
karena senyum adalah senjata,
senjata adalah mimpi yang menakutkan bagi penguasa.

 anak yang lapar,
minta pada langit,
agar hujan di tiadakan,
agar awan dimusnahkan,
dan petir makin menjadi.

anak yang lapar,
bantu ibu mu di dapur,
bantu dia memasak batu,
kelak batu itu akan tumbuh menjadi ksatria yang barani,
ibu menysui mu karena alasan,
dan kamu hidup adalah alasan.

anak yang lapar,
tenanglah,
masa itu akan segera tiba,
saat kau tersenyum dengan sederhana,
menyapa dan di sapa dgn alunan,
berbaris sama karena satu alasan,
dan bermimpi dlm istana.


Wanita Bunting yang Terbuang

Senja dipagi ini terlihat berbeda,
angin berlalu tampa kesan,
membawa aroma bau badanmu yang lelah,
waktu memaknaimu sebagai rahim adam,
mereka memaknaimu sebagi benalu.

pertapaan panjang dalam sejarah nafasmu,
perjalanan yang membuatmu tegar,
pisau belati kehidupan yang mencekam,
cemo'oh berbusa yang slalu bernada,
tak surut langkah itu tetaap mencari,
akan makna yang tersembunyi di perut kehidupan.

wahai wanita bunting yang terbuang,
berdiri tegaklah menghadap cakrawala,
kesepian dan hinaan adalah alasan,
mengemgam matahari menjadi keharusan,
dan semesta ada karena ketidaksatuan.

Wahai wanita bunting yang terbuang,
jangan takut,
semuanya sama,
berawal dari sebuah harapan,
hidup dari keringat sang bumi,
bertahan karena air mata sang langit,
bertapa dalam satu cinta yang agung.

wahai wanita bunting yang terbuang,
tetaplah bertahan,
karena waktu tidak pernah menyembunyikan kebenaran,
meski mereka meludah diatas air matamu,
kamu tetaplah istimewa dimata para penyair,
dimata para politisi,
dan negarawan.

wahai wanita bunting yang terbuang,
cengkrama hidup memang sukar,
ada yg berlalu dan menertawakanmu,
ada yang mengagumimu,
ada pula yang menjualmu di emperan pasar,
tapi kamu harus kuat.

wahai wanita bunting yang terbuang,
kau menangisi semuanya,
dan sesalpun turut menjadi teman,
tapi aku tau,
kau  tegar bagaikan baja,
menyelimuti diri dengan air mata,
bermanis muka di depan sampah kehidupan,
bertutur sahaja di lorong jalan raya,
begitulah kau bertahan hidup.

wahai wanita bunting yang terbuang,
ingatlah,
siang akan berlalu,
malam akan berlalu,
perputaran hidup berjalan semestinya,
tapi satu yang tetap,
mimpi dan harapan.

jika mimpi dan harapan menjadi api,
siap-siaplah merebut cakrawala,
rembulan ditangan kiri,
matahri ditangan kanan,
dan cinta menjadi syair hidupmu.

wahai wanita bunting yang terbuang,
sebarapapun mereka memaknaimu,
kalau mereka tidak bersujud di air matamu,
mereka tidak akan mengerti duka itu,
tidak akan mengerti kewajaran itu,
dan kamu tetap menjadi petaka.

kesucian adalah misteri Tuhan,
mereka menertawakanmu,
sebenarnya mereka menertawakan hidup mereka,
mereka membencimu,
sebenarnya mereka membenci hidup mereka.

wahai wanita bunting yang terbuang,
tetaplah terjaga dan jangan tidur,
karena srigala-srigala kehidupan terus memangsa,
mintalah senjata dari syurga,
ciumilah sudut makna mu,
agar kau tetap menjadi ksatria dalam setiap peradaban.






Jumat, 01 Agustus 2014

Aku dan hitamku

Angin membawa petuah sang malam,
 membujuk sepi yang makin menjadi,
tersirat maupun tersurat bagiku sama saja,
semua serba membingungkan,
karena kegelapan wujudku makin tak bertuan.

kesekian kalinya aku mencoba lagi,
mencari hakikat akan hidup,
bukan suatu kepastian memang,
 ataupun suatu kewibawaan wujud semata,
akan tetapi keharusan sebagai manusia.

malu dan takut merayu sepanjang sadar,
seakan menyatu dengan sel saraf,
menuduhku dan memenjara sukma ku,
gelombang gelap bersemayam lagi.

langkah kini terjelma dlm rupa yang semu,
mulut berbusa memuntahkan percikan darah,
penglihatan hanya bermakna angkara,
meraba dan merasa bukan seperti seharusnya,
aku hilang dan membual.

terlepas dari wujud angkara ku,
aku adalah aku,
menusia dengan banyak kata ma'af,
terkadang terjebak dalam gua,
menelusuri hutan belantara,
menerawang semesta,
karena aku biasa dan terbiasa akan kewajaran itu.

aku memang debu,
maknaku hilang,
terpenjara di singgasana waktu,
tapi aku biasa dan terbiasa akan biasa ku,
aku adalah sejarah,
dan bagian dari martabat manusia.






Kamis, 31 Juli 2014

Aku dan Makna Ku

kami harus ada,
bahkan kami harus berkembang biak,
bukan karena surga,
ataupun neraka,
tapi karena kehormatan manusia.

malam pasti berlalu,
begitupun pagi akan datang,
pergantiannya menyisahkan kewajaran,
karena kebenaran pasti benar.

kami akan bersama,
berdiri menatap langit,
karena kami ada,
bukan karena potensi wujud,
akan tetapi,

karena martabat manusia.

pertanyaan yang muncul,
dunia yang berbaring,
peti mati yang menunggu,
waktu yang berlalu,
terkadang bagai ilusi,
tapi dia ada dan nyata.

kesamaan antara lahir dan batin,
meneteskan benih keharmonisan,
menumbuhkan masa dimana rasa bertahta,
persoalan wujud menjadi saksi,
bukan karena kematian,
tapi karena hakikat hidup.







karena hidup adalah hidup,
bukan karena memangsa dan dimangsa,
bukan demi langit dan bumi,
akan tetapi,
kita hidup karena hidup adalah alasan.

aku dan pertanyaan makna ku..

Hati terlupakan

Disudut kamar penuh tanya
Tubuhku berbaring mengenangmu
Rangkaian cerita terselip tawa
Laksana pedang tertancap dalam-dalam di dadaku

Sekumtum mawar dari surga
Engkau berikrar dalam sepiku
Membuatku ragu
Kala beranjak pergi

Engkaulah bait-bait keindahan
Tercipta sempurna dalam cinta-Nya
Menjelma dalam raga yang lugu
Dan bertahta dalam syairku

Kini jejakmu entah kemana
Aku tidak tahu
Akankah kau bercerita kembali
Seraya senja bersinar lagi

Kucoba menyapa  mentari
Menunggunya memberi arti
Kenapa engkau berlalu…
Diapun membisu
Hanya tersenyum padaku

Dengan apa aku menyapamu
Bila kau enggan mendengarku
Dengan apa aku memanggilmu
Bila langkahmu kini berlalu

kau bawah pergi harapku
Tak mampu kuberanjak
Bantu aku..
Hati yang terlupakan

Ma..

mak...
aku ingin kembali..
saat semuanya berkata dengan sederhana
tersenyum dengan sederhana
menyapa dengan sederhana
memaafkan dengan sederhana

maaf ma...
bukan maksudku ingin melangkahi-Nya
tapi aku bosan ma..
aku bosan dengan penampakan keadilan yang biadab
dengan lukisan yang bersimba darah
dengan pemikiran yang munafik
dengan sekolah yang membodohkan
dengan jabatan yang menindas mak..

aku rindu padamu ma..
aku ingin membelaimu dalam kehenian
bersama malam yang bisu kita bercerita
bercerita tentang hidup yang fana
bercerita tentang keadilan yang rakus
keadilan yang memilih tuannya karena uang
hummm..
aku masih terjaga mak
karena kau..

setetes surat buat mereka disana..!!
salam damai.

tanya

terkadang aku mengaku manusia padahal aku tidak tahu apa itu manusia
terkadang aku mengaku malaikat padahal aku tidak tahu apa itu malaikat
terkadang aku mengaku iblis padahal aku tidak tahu apa itu iblis
terkadang aku mengaku ustad padahal aku tidak apa itu ustad

aku slalu bilang aku yang terbaik padahal berucap saja aku masih latah
aku slalu bilang aku yang sempurna padahal tersenyum saja masih palsu.

 

....Gelombang Spritual...

Entah apa yang ku perbuat,
hakikat terbeli dengan sepeser uang seribu.
naluriku menjelma menjadi srigala.
mimpi buruk terulang kembali.

aku mengaku manusia padahal aku tidak tahu apa itu manusia.
aku mengaku malaikat padahal aku tidak tahu apa itu malaikat.
aku mengaku iblis padahal aku tidak tahu apa itu iblis.
aku slalu merasa sempurna padahal berucap saja masih latah.
aku mengaku mahsiswa padahal aku tidak tahu apa itu mahasiswa.
aku mengaku kaum intelektual padahal aku tidak tahu apa itu intelekrual.
aku mengaku sarjana padahal aku tidak tahu apa itu sarjana.
aku slalu merasa sempurna padahal tersenyum saja masih palsu.
aku mengaku sang pujangga padahal aku tidak tahu apa itu syair.
aku mengaku seniman padahal aku tidak tahu apa itu seni.
aku mengaku budayawan padahal aku tidak tahu apa itu budaya.
aku slalu merasa sempurna padahal melangkah saja masih tertatih.
aku mengaku kiyai padahal aku tidak tahu apa itu kiyai.
aku mengaku uatad padahal aku tidak tahu apa itu ustad.
aku mengaku orang alim padahal aku tidak tahu apa itu alim.
aku slalu merasa sempurna padahal berteriak saja masih munafik.
aku mengaku beragama padahal aku tidak tahu apa itu agama.
aku mengaku berimana padahal aku tidak tahu apa itu iman.
aku mengaku toleran padahal aku tidak tahu apa itu toleran.
aku mengaku sempurna padahal aku masih bingung siapa diri ini.
aku mengaku pemimpin padahal aku tidak tau apa itu pemimpin.
aku mengaku pejabat padahal aku tidak tahu apa itu jabatan.
aku mengaku seorang wali padahal aku tidak tahu apa itu wali.
aku slalu merasa sempurna padahal aku masih bertanya apa itu hidup..

kini waktupun menertawakan ku.
menertawakan jejak langkahku yang palsu.
entah..

Terulang Kembali

Malam seperti ladang bagiku,
tempat menanam benih-benih cinta
tempat berdiskusi dengan semesta
tempat dimana ragaku menyatu dengan alam

tapi entah mengapa..
malam itu aku merasa, aku bukanlah diriku
langkahku tak berjejak
mimpi yang tercipta kini memudar
tali yang kurangkai ternyata putus oleh gelombang gelap
dan hal itu terulang kembali

aku tak ingin hidup tampa cinta
aku tak ingin mati tampa cinta
aku tak ingin melangkah tampa cinta
aku tak ingin bermimpi tampa cinta
hidup dan mati tampa cinta adalah sebuah kemusyirikan

mencoba bersandar pada hakikat malam
bertanya tentang apa yang dia siratkan
bersama sang sunyi ragaku mencoba menyatu
mencoba menjumlahkan berapa bait yang dia katakan
sunyipun marah dan mengusirku dari keheningan
aku terdampar dalam keramaian yang munafik
apa yang kuperbuat..
ENTAH..

ocehan

aku memanggil mu wahai para leluhur nusantara.
ohh.. sang bima, ksatria dari timur..
ohh.. sanjaya.. ksatria dari peradaban tanah.
ohh.. purnawarman.. satria dari peradaban air.
ohhh.. empu- empu kebijaksanaan..
ohh.. sang mahapatih gajah mada..
ohhh... ksatria la raji yang sederhana.
negeri yang kalian titipkan kini porak-poranda..
anak-anak mu kini meludah diatas merah putih.
pancasila hanya alat politik.

aku memanggil nama mu wahai para pemula, para perintis, para pemberontak, para pencari, para pembaharu..

Nyanyian alam

Mereka memperkosa alam dengan tehnologi..
Menelanjangi semesta dengan pengetahuan,
Bercumbu dengan pelacur-pelacur kapitalis,
Beronani dengan Kekuasaan,

pendidikan hanya melahirkan penindasan,
Agama hanya sebagai pencitraan politik,
Sejarah hanya cerita masa lalu,
budaya hanyalah dongengan para leluhur,

Kaum beragama sibuk dengan penghakiman atas kebenaran.
Politisi sibuk dengan Jas partainya,
pemerintah sibuk dengan kekuasaannya,
aktivis sibuk dengan almamater kemunafikannya,

Mata dewi keadilan buta,
kesejahteraan hanya omong kosong.
Hukum hanya milik kaum bermodal,
kesenjangan sosial sudah sturuktural,
Pembangunan akan raga menjadi tujuan,
Pembangunan akan jiwa terlupakan.
mana mungkin keadilan ada kalau pemimpinnya tidak beradab.
bukan adil dan beradab, tetapi beradab baru kita adil.

Ilmu yang semestinya cahaya, kini menjelma menjadi ganas dan buas.
petunjuk-petunjuk agama hanya sebagai dasar kebenaran pribadi.
Bumi yang slalu menyusui,
langit yang slalu mengayomi,
Pernah kah kita berfikir..?

makna manusiaku

Aku ingin menyapa mu dengan senyuman sederhana..
Kita tersenyum Bukan karena kita kerap bersandiwara,
bukan karena senyuman adalah suatu kedok.
Tapi karena senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita terhadap Tuhan,
terhadap sesama manusia,
terhadap hidup dan juga nasib kita.

Meskipun kita debu,
tapi kita tetap manusia.
Manusia adalah manusia.
Kita juga bagian dari cerita purba.
Kita juga menjadi Panglima semesta.
Dan kita juga mengemban Tugas.

Tugas adalah tugas,
Bukan karena demi surga ataupun neraka,
Tapi kita mengemban tugas karena harkat dan martabat seorang manusia..
Meskipun kita debu,
Tapi kita pernah mengemban itu semua.

kenisbian

Yang hidup harus mati, yang mati haruslah hidup,
begitulah adanya,
supaya semua tetap seirama dalam kewajarannya sebagai abdi,
dalam keharusan untuk keseimbangan semesta,

ada yang datang, ada yang pergi
itu bagian dari keniscayaan
semuanya mengalir,
memberi warna dalam penghambaannya.

air, tanah, udara, tumbuhan,
slalu punya cerita untuk keseimbangan itu.
begitupun anugrah dan bencana,
kalau tidak ada bencana, yaa maka tidak ada anugrah,
kalau tidak ada yang bersedih, yaa tidak ada yang bahagia.

engkau mencinta, engkau dicinta.
ada awal dan ada akhir
ada pertemuan pasti berujung pada perpisahan.
semua berputar pada kewajarannya.

tidak ada yang istimewa karena setiap orang mengalaminya.

yaaa begitulah semestinya keharusan itu

Kau

kau bukanlah Siti Mariam,
bukanlah Cleopatra,
bukan dewi Durga,
bukan Nyai Dasimah,
bukan La Hila,
bukan pula Sarinah,
tapi kau menjadi mitos dalam permulaan sejarahku,
kau bagaikan sansekerta,
yang rumit tapi damai dalam
ragaku,

inginku sederhana,
kita tidak harus seperti Laila dan Majnun,
tidak harus seperti Romeo dan Juliet,
tidak harus seperti Wadu Ntanda Rahi
tidak pula seperti Rama dan Sinta,
atau tidak juga seperti Radha dan Krisna,

kau cukup mengerti,
cintaku telah meruang dan mewaktu..

....Li Bai...

Lorong panjang sllu kau lewati dgn ribuan gelas arak,
Pakaian compang camping bagaikan jubah ungu yg bermahkota emas dan ikat pinggang dewa2,.
Engkau lebih suka dipanggil gila dr pada hrs bersujud pada penidasan.
Kata-katamu bagaikan arak asli dari syurga.
Pantas seorang kaisar membersihkan air liurmu.
Mendinginkan supmu yg masih panas.
padahal..
kau hanyalah rakyat jelata,
menyisahkan hidup dengan bantal debu jananan,
mengaharap syurga dengan secangkir air mati,

namun dibalik jeruji hidupmu,
kau bagaikan alunan semesta,
kecintaanmu pada keindahan membuat kau seperti kaisarnya kehidupan.
kau mampu menaklukan pasukan Barbar dengan selembar kertas.
bukan persoalan kelayakan,
tapi bagaimana kau bersahaja dibalik ketidaklayakanmu.

Krn kau adlh sang dewa terbuang,
Kau adlh sang penyair dr semua penyair.

prahara wujud

Ada yang menyalahkan diri sendiri terhadap suatu keadaan,
Ada yang menyalahkan orang lain,
Ada yang menyalahkan alam semesta,
Dan ada yang menyalahkan Tuhan.
Semua mengalir dalam kewajaran.
Dan Menjadi tradisi dalam penghambaan.

Pada hakikatnya,
Dalam khazanah semesta semua berjalan dalam satu kesatuan.
Kau tidak bisa mengatakan ini benar dan itu salah.
Lantaran kau mengklaim dirimu pantas menjadi hakim kebenaran.
Namun setidaknya,
Biarkanlah jiwamu mengembara,
Melintasi alam manusia,
Alam semesta, alam spiritual, alam ke-Tuhan-nanmu.
Saat jiwamu sampai pada pencarian akan hakikat.
Kau akan menjadi saksi mutlak akan kebenaran itu.

Dan sebanarnya tidak ada yang sia-sia.
Semua mempunyai makna dalam penafsiranmu terhadap sesuatu.
Kebijaksanaan adalah altar para dewa-dewa.
Dan cinta adalah syair sang semesta.

makna waktu

waktu adalah sesuatu yang jelas ada,
berbaring dan terlelap dalam setiap lembaran peradaban,
berjalan dan berhenti adalah sama,
sama-sama sukar untuk mengartikannya,
tapi dia ada dan bahkan bisa membunuh.

waktu terkadang membuat ku menua,
kembali pada masa kanak-kanak ku, 
mengizinkan senyum kembali menyapa,
membiarkan angkara berpesta meriah,
dan akhirnya menguji setiap harapan menjadi nyata.

waktu adalah pelaku hidup,
menyaksikan darah yang bercucuran,
merekam setiap masa silam,
menyaksikan maksud yang tak bertuan,
membumikan teriakan yang menjadi.

waktu adalah teman,
tempat dimana kita berbagi,
mencari dan dicari,
mendiskusikan hal-hal sederhana,
sampai pada masalah yang memecahkan kepala,

waktu adalah guru,
mengajari makna akan hidup,
mengingatkan akan kehidupan dan kematian,
memberi dan diberi,
makna pertemuan dan perpisahan,

waktu adalah cinta,
mengajarkan mencintai dan dicintai,
memberi tampa harapan wujud,
berdamai dengan semesta,
tersenyum kepada hidup,
dan mema'akan sebagai mutiara kehidupan.

waktu adalah kebijaksanaan,
mengajari cara bersyukur,
memaknai mati sebagai awal,
mengajari alasan kenapa menangis,
mengajari kenapa memberi,
sampai pada ajaran tentang kebenaran mutlak.

terkadang waktu begitu sombong,
susah dimaknai,
namun sebenarnya,
waktu adalah kebijaksanaan,

mata rantai di mana semuanya terjadi.

mimpi adalah sebuah harapan,
harapan hanyalah angan2,
dan angan2 akan menjadi nyata apabila waktu merestuinya.

Nestapa

Bulan menjelma menjadi srigala,
mimpi masa silam muncul bagaikan cakra kegelapan,
dalam pertapaan ini dimensi maknaku terpenjara,
hening dan buas tetap dalam keharusan.

kata2 tidak lagi berguna,
semak belukar pengorbanan telah menjadi sampah.
harapan menjadi bayang2,
dan ketegangan muncul bagaikan kedamaian.

Seorang anak yg hina duduk dibawah pohon.
berkatalah dia :
''Tuhan aku mempertayakan keberadaan-Mu,
dalam kesepian ditengah keramaian,
dalam keramaian ditengah kesepian,
aku slalu ditertawakan semesta,
hanya kebencian menjadi alasan.

namun sisi manusiaku menyapa,
Kau slalu punya cerita Tuhan.

keharmonisan

bencilah kepadaku wahai sang malam,
biar penghuni surga malu bahwa mereka melupakan ikrar itu.
marahlah padaku wahai sang angin,
biar dia tau aku slalu berucap tentang nya lewat suaramu..
penjarakan ragaku wahai kegelapan,
biar penghuni neraka muak melihat ku.
bunuhlah keabadianku wahai kehinaan,
biar dia tau bahwa kemerdekaan dikarenakan ketidakmerdekaan..!.

Pertanyaan sukma

Jiwaku tertinggal dipersimpangan waktu,
Cakrawala srigala terbentang dan mengamuk,
Diujung altar pancaroba,
Mataku tak mampu terbuka,
Semua terlihat serba sama,
Dan dia murka sampai ke dasar samudra,
mungkinkah Sebuah awal dan sebuah akhir..!
Entahlah.
dan yg jelas dia adalah kewajaran.

kewajaran waktu

Di ujung persimpangan ketidakpastian,
Diantara gemuruh siang dan malam yg kian memberontak,
Pemangsa-pemangsa semesta berpesta dalam keheningan,
Menertawakan suatu kepastian yang pasti.

Meniduri gadis-gadis perawan,
Memperkosa sendi-sendi kehidupan,
Membungkam kebenaran lewat keadilan,
Dan sampai pada nestapa yang menjadi-jadi.

Bukan tentang nyayian duka,
Bukan tentang peristiwa semesta,
Bagiku duka adalah suka,
Dan suka dan duka adalah kewajaran.

Namun yang disesalkan,
Bagaimana yang terjadi kau anggap salah dan benar,
Salah dan benar memang suatu keharusan,
Akan tetapi,
Bukankah kalau tidak ada yang salah maka tidak ada yang benar.

pemaknaan akan kabaikan adalah benar,
pemaknaan akan keburukan adalah benar.
Karena kebaikan dan keburukan sama saja.!!
Entahlah.

Ikrar Perlawanan

Disana ada segelintir pemuda yang melewatkan malam terindah itu dengan kecupan mesrah..
Tapi disini ada ribuan balisan pemuda yang siap mengetarkan cakrawala..
dan kami ada dimana2, 
waspalah..karena kami adalah SATU..

Ilusi wujud

Aku adalah srigala liar dipersimpangan waktu.
Aku adalah sampah diselokan jaman,
Aku adalah comberan peradaban,
Aku adalah martabat bangsa yg compang-camping.

Aku adalah buih dari kutukan para leluhur,
Aku adalah reingkarnasi dari perjanjian hitam masa silam,
Aku adalah rahwana,
Aku adalah sakuni.

Aku adalah kenakalan yg teruz menjadi,
Aku adalah coretan hitam dlm bait Tuhan -ku,
Aku adalah aroma2 busuk yang tersimpan lama dan menyiksa,
Aku adalah cengkrama yg tak pernah usai.

Namun,
Aku ingin berbuat sesuatu dlm hidup,
Bukan karena hidup demi syurga ataupun neraka.
Tapi Karena hidup adlah suatu kehormatan,
Kehormatan akan tugas dan kewajiban sebagai manusia.

Rayuan Semesta

Kau yang terlihat dibalik cakrawala,
Mempesona dan menari di semesta,
Tersenyum sederhana meski angin menerpa,
Terlihat jelas keringat api yang bercucur diwajahmu.

Baju putih yang kau tanggalkan ditubuhmu,
Menebarkan aroma kasturi dari syurga,
Sepatu permata yang kau ikatkan di kakimu,
Bagaikan alunan kewibawaan yg merona.

Bagaimana aku bisa beranjak,
kalau waktu slalu menuntunku mengingat mu,
Meski aku sedang bersama gadis sebrang,
Tapi sukma mu terpenjara dlm kalbu ku.

Kedua partikel Tuhan menyatu dan bernyanyi,
Aku tidak mungkin memberontak terdapat rahmat itu,
Walau terkadang waktu sangat sinis menyapaku,
Meskipun beribu mantra kebencian merayuku.
Aku tetap melayangkan sajak kepada sang malam.

Ahhh..
Kewajaran bertutur,
Kesahajaan dlam bertingkah,
Kemanjaan yang terbungkus kewibawaan,
Pesona ayu yang semerbak,
Membuat sekumtum mawar layu bersanding dengan mu.

Aku hanya bisa tersenyum dan tersipu,
Saat rambut mu bergurai,
Kau yg sllu membunuh sadar ku,
Mengingatmu adalah keharusan,
Menafsirkanmu adalah kebenaran.

kehidupan adalah awal,
Dan kematian adalah awal,
aku memaknai mu sebagai awal dari kehidupan dan kematianku.

Semoga saja kau tidak tuli.
.. Rayuan semesta...

Rasa

Terkadang Kita tiba pada suatu Masa dimana Rasa tak punya Nama.
Ia menjelma dalam bentuk yang tak sempurna, bersama aliran darah.
Memenuhi rongga diselingi pinta, 

bertemankan Suara entah Nafas atau sekedar kuasa untuk Hadir pada Ruang yang hampa.

Entah mengapa Ia seketika hadir dan menyapa. Menghentak Alam sadar di antara canda dan tawa.

Rasa adalah akumulasi 'senyawa' yang dititipkan Tuhan untuk meneguhkan kuasanya

Tapi meski tak Ber-Nama, namun Rasa ini Tetap memaksa untuk di-'aqiqah' dan kemudian diberi nama.

Namun apa ada, ..
Sang insan hanya menjalani kehendak dalam suatu Narasi besar sang Narator Abstrak.

Ia butuh Cinta, namun yang hadir hanya Aksennya.
Ia mengharap Sayang, namun yang muncul hanya bayang.

Sang Insan tetap menapakinya meski kian tak bertema.
Ia seolah terlahir dimasa akhir ketika semua telah menyentuh titik Nadir.

Sang Insan pun tersadar bahwa elegi dalam Cita dan Cinta hanya hampa ditengah kenisbian cerita.

Kaki yang terjejak serasa membuatnya tak mampu beranjak pada suatu Cerita selanjutnya.

Jalanan yang biasa menjadi saksi jejaknya kini seolah asing dalam kegaringan orasi yang garang.

Ia tak bisa lagi membedakan mana Suara Asli dan Pengerasnya.
Seperti Spanduk dan legalitas aksinya.

kesaksian ku antara siang dan malam

Aku melihat sukma ku menari ke kehenian malam,
aku menyaksikan sepasang kelelawar bersenggama di dalam gua,
Aku mendengar bisingan angin menerpa daun gelingaku,
aku merasakan dingin memeluk dan menampar muka ku.

Rasa menjelma menjadi sesuatu yang nyata,
begitupun cita dan cinta menciumi kapalaku,
ketika dia menuntut utk di nyatakan,
buku narasiku mengigil ketakutan,
dan malampun tak kuasa menolaknya.

Dia adlah kenyataan yang nyata,
dia adlah ikrar yang mengetarkan cakrawala,
dia adlah sesuatu yang tak terduga,
namun terduga makna nya.

kesaksianku di antara siang dan malam.

makna

Dedaunan yang jatuh,
kelelawar mencari makan dimalam buta,
burung kenari bersiut merdu dipagi hari,
mentari melabelkan tahtanya disiang nirwana,
senja disore hari,
pepatah orang tua diselangkangan zaman.

perjanjian awal yang berakhir,
tatapan merendah yg damai,
kata yg terucap pancaroba,
kesengajaan yang disegaja,
kewajaran yang tidak wajar,
belenggu bayang2 yang terbayang.

senyum sederhana yang terbalaz,
duduk berdampingan yang bersahaja,
percakapan batin yang bermakna,
dinamika spiritual yg terjaga,
ajaran syurga yang diajari,
kematian yg disadari.

kemarin adlah masa silam,
hari ini adlh kenyataan,

masa depan adalah harapan.