Sabtu, 29 November 2014

perumpamaan ku

Ini bukan tentang kebesaran sriwijaya, bukan tentang kemegahan samudra pasai.
Bukan tentang kejayaan majapahit, ataupun Kerajaan timur yang terlupa.
bukan tentang ratu sima sebagai seorang ratu,...
Bukan tentang ken arok dan ken dedes.

Ini bukan tentang kutukan mpu gandring, bukan tentang sumpah gajah mada.
Bukan tentang kajaolalido yang bijaksana, bukan tentang kehrbatan siliwangi.
Ini bukan tentang taktik nya arya wiraraja, bukan tentang ayam jantan dari timur.
Bukan tentang kebijaksanaan malikus salam, atau tentang syair para dewa.
Ini bukan tentang mpu prapanca, ataupun tentang empu tantular dlm sutasoma.
Bukan sebagai satwamarga para ksatria, bukan tentang pertapaan akan hakikat.
Bukan tentang perjuangan atas penjajah, bukan tentang tokoh revolusi.
Bukan tentang perjuangan kaum ibu, bukan tentang bambu runcing.
Bukan tentang perlawanan kaum sarungan, bukan tentang do'a para syuhada.
bukan tentang pemuda, ataupun tentang orang tua dlm perjuangan.
Akan tetapi,
Ini tentang kebenaran yang waktupun malu menyembunyikan nya,
tentang perjalanan yang dibuka dan ditutup.
Dan akhirnya selesai.
KEBENARAN

Penerawanganku akan wajar ketika menatap-Mu,
Kembali menjadi nyata tatkala Kau berkata,
Dunia adalah nestapa,
Tempat dimana air mata dan derita berpesta,...
Tempat dimana langit dan bumi bercumbu,
Tertawa dan beranak.


Memaknai-Mu menjadi hak untuk nurani ku,
Meskipun sampai dipertigaan samudra,
Engkau tetap satu dalam pertapaan-Ku,
Bukan karena kewajiban yang kumaksud,
Ataupun karena harapan,
Akan tetapi,
Karena kodrat akan keharusan yang wajar.

Ini tentang kanyataan yang nyata,
Yang berbaring lama dalam kelopak surga,
tak pernah dijamak oleh nurani,
menjadi bisu dan kaku,
berkarat dan berlalu,
Dia adalah kebenaran yang benar.

Ku Berbagi maksud dari perkataan langit,
Memaksa sang penakluk untuk bersajak,
Biarpun sederhana terlihat,
Tapi dia menjadi kenyataan dari setiap perkataan,
Menjadi ibu dari setiap kelahiran,
Dan menjadi awal dalam setiap kejadian.

Aku tidak menolak setiap kedatangan-Nya,
Karena dia adalah hakikat dari maknaku,
Biarkan dia menyapa,
Karena Dia tidak menjauh dan tidak pergi,
Aku hanya membukanya dengan sujud.
Dan berkata ini kebenaran.

Dia tidak memaksa ku,
Berada dalam sadar ataupun tertidur,
Dia bukanlah majikan yang menjadikanku budak,
Tapi dia adalah lantunan yng dinyanyikan alam,
Yang menjadikan semua makhluk terdiam serentak,
Begitulah aku dengan-Nya,
Tidak banyak yang kutau,
Dan hanya rasa yang memaksaku berkata,
Bahwa inilah kebenaran.
KETAKUTAN

Aku gemetaran,
Jiwaku ketakutan,
Bagaikan badai Melanda sadarku disetiap sudut kamar,...
Lampu rumah bagaikan bara dilautan kematian,
Memenjara dan membungkam kata damai hidupku,
Keringatku berjatuhan bagaikan bebatuan,
Keteganganku memuncak,
Amarah berdetak mengalahkan pusar kehidupan,
Aku semakin menjadi,
Dan tak terkendali,
Mungkin iya aku tersesat.?



Menatap lepas tapi berbenturan dengan kabut tebal,
Merayap dilorong semakin menjadi gelap tak menentu,
Aku bertanya,
Apa ini awal atau sebuah akhir,
Pertanyaanku melawan arus samudra,
Kemudian melemah dan runtuh seketika,
Kembali menatap lepas,
Badai kehidupan menundukkan pandanganku,
Beri aku sesuatu,
Mungkin sebagai jawaban ataupun hanya sekedar ocehan,
Aku hilang.


Katakutan di setiap perpisahan waktu,
Menjauh dari kata damai,
Dingin dan panas menyatu,
Bersatu dengan kegelisahan,
Bukankah itu suatu ketakutakun.?
Mungkin iya,
Karena ini rasa yang tak berwujud,
Dan kata-kata tak mampu menjelaskan semuanya.
Ada jalan,
Dimana jalan nya,
Atau mau kemana aku,
Bertujuan,
Aku tak punya tujuan,





Semua berkata dan menyatu,
Ketakutan semakin menjadi dan memuncak,
Apa ini kehidupan.?
Wahai para pandawa semesta,
Ksatria bulan dan bintang,
Gunung-gunung melatus,
Air laut menyurut,
Pujangga masa silam,
Pangeran berkuda,
Prajurit alam baka,
Bantu dan beri jawaban,
Aku ketakutan dan bertanya.