Minggu, 14 Februari 2016

Nona,
Aku tidak pandai untuk bersajak,
aku tidak bisa bawahkan mu bunga-bunga kayangan seperti mereka,
aku tidak bisa seperti orang2 yg mengantar dan menjemput mu setiap saat,
aku tidak pandai merayu dengan kata-kata syurga seprti orang-orang suci,
aku bukan penguasa yg bisa membelikan mu mahkota kemewahan.

tetapi,
aku hanya musafir yang mengembara krn terus mencari makna mu diseluruh semesta,
aku hanya seorang pembaca yang menafsirkan rahasia mu setiap saat,
aku hanya perindu dan penjaga rinduku hanya untuk mu.
Dik,
Tubuhmu tempat bermuara nya semesta,
matamu sepasang keteduhan yg melahirkan ketenangan,
bibirmu tempatku bernaung membasahi segala lelah,
rambutmu menjadi mahkota tempatku bertahta.

Dik,
suaramu adalah puncak dari segala nada,
dadamu muasal dari segala rindu,
malamku tercipta dari rengkuk tubuhmu,
sedangkan rahim mu peradaban dari setiap masa.

iya tubuhmu adalah muasal dari segala asal.

Dik,
di lehermu mengalir sari anggur dari surga,
pinggulmu yg sentosa bagai secawan arak dari telaga firdaus,
pipimu yang kemerah-merahan adalah ibu dari semua warna,
dan setiap sudut tubuhmu menjadi sajak semua penyair.

iya kamu adalah semesta yang paling elok.

Dik,
kamu wanita yg tangguh,
tapi takut menghadapi dunia sendirian,
dibalik keanggunanmu,
kamu gampang sakit perut,
mudah diserang penyakit,
ketika malam kamu tidak berani tidur sendiri,
kamu memilih diam ketika mereka mengatakanmu salah,
tapi kamu tetap semesta yg palik elok dik.

dik,
kamu adalah kehidupan yang hidup,
setiap kata yg terucap dariku adalah kata yg terucap darimu jua,
bait-bait sajak ku adalah kesedihan dan kebagiaan dari mu,

sudah dulu ya,
akan aku akhir semua dengan kalimat,
dik,
kamu adalah segala asal dari semua yg tercipta.

Sabtu, 01 Agustus 2015

MA...


Ma..
Aku lihat kamu ma
Diatas kereta,dijalan raya,
diperkumpulan2 pemberontak
Dikeramaian pasar,
di istana raja2,
 dipangkuan rakyat jelata

Ma..
Aku mendengar suara mu,
Dipertapaan para dewa,
di halaman rumah para penguasa,
dimajlis-majlis kemanusiaan,
Suara-suara perjuanganmu,
Suara-suara perlawananmu,
Terdengar merdu

Ma..
Memikirkanmu adalah memikirkan kebenaran yang benar
Sederhana dalam berucap
Mengerti akan kehidupan dan kematian
Mengajari ilmu tentang perumpamaan semesta

Ma..
Kenapa kamu bersedih
Apa karena anakmu kelaparan
Atau karena mereka mengambil sawah mu
Bicaralah ma.
Jangan buat semesta ini membisu karena kamu tidak bicara
Biarpun hanya sekedar dengan bahasa sederhana
Tapi dialah kebenaran ma
Kebenaran yg Akan bermuara pada waktunya

Ma..
Aku mengerti kamu pemberani
Kamu tidak gampang sakit
Cacar-cacar dikakimu yang berdarah
Keringat-keringat kesucianmu
Tapi kamu guru dalam semua kebenaran

Ma..
Aku melihat hari ini wajahmu pucat
Kamu memanggil-manggil nama mereka
Yang aku juga tidak tahu siapa yg kamu panggil
Mungkin karena kamu sudah bosan memanggil yg kamu kenal
 tapi tidak mendengar
menutup mata dan seakan tak peduli

ma..
aku mengerti akan kebesaranmu,
ratu bilqis yang merayu sulaiman,
cleopatra dengan kecantikannya,
ratu sima dengan kebijaksanaanya,
siti mariam dengan kesuciaannya
dewi durga dan kamu dengan kesederhanaan mu

Ma..
Aku masih ingat saat kamu berkata
Hidup adalah bukan tentang kemenangan,
Bukan tentang hasil atau untung rugi
Akan tetapi
Hidup adalah tentang keharusan untuk berbuat
Berbuat untuk diri sendiri,
Untuk mereka, bangsa dan negara

Ma..
Mereka mempertanyakan kata-katamu
Mereka mengira kamu pembohong ma
Dan suka mengarang cerita
Aku marah, aku gemetar, aku takut
Mereka menertawakan keseriusan
Dan memakimu

Ma.
Pemberontakanku memuncak
Semua keadaan tidak bisa diajak diskusi
Bercerita hanya sekedar basa-basi
Bertengkaran terjadi tampa persoalan
Mengundang  4 ekor srigala yg terkurung
berteriak dan memecahkan caklawala

Ma..
Aku melihat kamu tidak pernah plang kerumah
Mengolah kehidupan sampai larut malam
Kakimu kepanasan berjalan diatas aspal penguasa
Duri-duri kecil menggeliti
Napasmu yang tak teratur
Bercucurlah aroma perjuanganmu di bajumu

Ma..
Aku percaya kamu mengenggam siang dan malam
Purnama ditangan kananmu
Matahari ditangan kirimu
Mahkota-mahkota dan pujangga-pujangga tunnduk padamu
Pada kesederhanaanmu dlm kehidupan

Ma..
Aku tidak mengerti banyak tentangmu
Kamu tidak cantik tapi jelita
Kamu banggsa menjadi dirimu sendiri
suka akan kehidupan
Kamu tidak mudah marah
Dan Serius dalam berjuang

Ma..
Aku tidak banyak tau tetang mu
Yang jelas dari rahimmu semua mimpi berawal
Tentang perjuangan
Perlawanan
Dan pengorbanan.

Aku sudahi dulu ya ma
Hanya ini yang aku tau tentangmu
Tentang kesederhanaanmu
Dan juga makna mu

Rabu,04/03/2015

Pertanyaan Perlawanan



Rentetan waktu yang kian menghimpit,
Garis kehidupan terus berjalan wajar,
Kematian mengawasiku dari setiap sudut kehidupan,
Terkadang gelisah juga tak menghiraukan,
Tapi segumpal daging itu slalu menjadi teman,
Disetiap perjalan yang dimkasud.

Dapur belakang rumah masih gelap,
Aku harus membuatnya terang,
Karena disitulah semua kehidupan diajarkan oleh ibu,
Bagaimana menjadi manusia yang semestinya,
Bagaimana tentang kehidupan,
Bagaimana tentang kematian,
Dan bagaimana tentang cinta.

Para tetangga mengeluhkan tentang keresahan hidup,
Hanya beberapa dari setiap pertayaan yang muncul,
Dari semua keresahan yang tercipta,
Para bangsawan juga mengeluhkan tentang hidup,
Meskipun berbaju permata,
Para petani juga mengeluhkan tentang hidup,
Begitu juga dengan anak jalanan

Dan ternyata,
semuanya tak selesai disebatang rokok dan secangkir kopi,
kehidupan terlalu berlebihan terhadap mereka,
bagaimana mungkin kita akan merdeka,
kalau mereka masih tidur dibawah jembatan,
jangan bicara soal keadilan,
karena keadilan iu tabu dan membingungkan,
mari bicara tentang kemanusiaan,
Ternyata kita mengabiskan kopi kau hanya terdiam,
Bagaimana mana mungkin jawaban itu ada,
Kalau kau menutup telinga dan hatimu.

Gubuk ini menjadi saksi,
Kita berdua menertawakan suatu keadaan,
Meski terkadang menangisi kehidupan juga,
Kau hisap dalam-dalam rokokmu,
Dan kau bertanya pada keadaan,
Apakah semua beralasan,
Dan kenapa kita menangisi hidup,
Ternyata semua masih sama tidak terselesaikan,
Rokok dan kopi pun tak mampu.

Aku memandangmu dengan mata yang tajam,
Masih terlihat jelas kerumitan di wajahmu,
Meski asap kehidupan menempel tebal di keningmu,
Kau masih bertanyaan atas keresahan ini,
Bukan saja kita yang bertanya,
Rokok dan kopi pun ikut bertanya,
Bagaimana mungkin tidak,
Kenyataan ini terlalu drama,
Memaksa para aktor berpesta tampa analisa,
Berpose dan telanjang di setiap keadaan.

Ayolah kita sudahi dulu malam ini,
Besok kita sambung lagi,
Karena terkadang hukum akan hidup dan juga mati,
Begitu juga keadilan,
Dan pasti kita akan terus bertanya,
Meskipun berbenturan dengan baja para bangsawan.


Engkau


Dipergantian siang dan malam Engkau memanggil ku,
Entah dalam suka maupun duka,
Meskipun kebingungan melanda,
Kau tetap menjadi alasan semuanya berawal,
Engkau yang gemar membaca,
gemar menganalisa,
dan gemar membaca puisi,
Perkataan-mu adalah kerumitan bagi nalarku,
tapi sebenanrnya itu kehidupan.

Aku bisa terlelap dengan ribuan anggur di atas meja,
Tapi aku akan slalu terjaga ketika mengingat-Mu,
Engkau lebih besar dari pada diriku,
Lebih mengerti tentang aku daripada diriku,
Memahami apa yang ku mau daripada inginku,
Mencintaiku lebih dari cintaku,
Engkau adalah jawaban dalam pertanyaan.

Meski aku lupa akan semesta ini,
Tapi Bagaimana mungkin aku tak ingat,
Kau yang mengajariku bagaimana menaiki perahu,
Bernyanyi tentang kehidupan dan kematian,
Mengajariku tentang pertanyaan-pertanyaan,
Mengajariku tentang penjaga surga yang ramah,
Penjaga neraka yang murka,
Tentang para pandawa kehidupan,
Tentang Semesta yang bijak,
Tentang para penjaga alam batin yang patuh.

Buah surga mungkin bisa mengajakku menghilangkan duka,

para wanita-Mu bisa saja menjaga duniaku,
titipan-Mu bisa menjadi alasan Engkau ada,
tapi apakah ada yang lebih baik dari mengingat-Mu.?
Pertanyaanku membenturkan perputaran bumi dan langit.
Bagiku,
Meski bulan dan bintang dalam pangkuanku,
Engkau tetap menjadi awal dan akhir pencarian.

Begitulah,
Keherananku menjadi tatkala kau menyapaku dijalan raya,
Kau memanggilku pulang karena aku lupa bawah baju,
Meski terkadang robek dan rusak oleh ku,
Tapi baju-Mu bagaikan perisai tempur para ksatria.
Jaga dan akan ku jaga,
Setidaknya tak ku izinkan semut mengambilnya,
meskipun srigala mampu merebutnya kelak.

Aku bisa apa,
Hanya ini yang bisa ku perbuat,
Mengenang-Mu lewat sajak,
Memanggil-Mu lewat syair,

Memujamu lewat cinta.

Sajak Surga



Bagiku kau bukanlah sebuah balasan,
Yang harus berlomba memaknai mu,
Ketika kau datang menjadi janji,
Memaksa ketaatan menjelma menjadi palsu,
Karena kebenaran hanya sebagai balasan,
Bukan sebagai kepastian dan kehormatan,

Kau sangat sederhana sebenarnya,
Tidak rumit,
Tidak juga megah dan indah,
Semua hanya perumpamaan belaka,
Bagaiku surga itu ketika kau mengajak ku bercerita,
Tentang kehidupan dan juga kematian,
Tersenyum sambil mengabiskan secangkir kopi,

Itulah surga.

KEBENARAN


Penerawanganku akan wajar ketika menatap-Mu,
Kembali menjadi nyata tatkala Kau berkata,
Dunia adalah nestapa,
Tempat dimana air mata dan derita berpesta,
Dimana langit dan bumi bercumbu,
Tertawa dan beranak.

Memaknai-Mu menjadi hak nurani ku,
Meskipun sampai dipertigaan samudra,
Engkau tetap satu dalam pertapaan-Ku,
Bukan karena kewajiban yang kumaksud,
Ataupun karena harapan,
Akan tetapi,
Karena kodrat akan keharusan yang wajar.

Ini tentang kanyataan yang nyata,
Yang berbaring lama dalam kelopak surga,
tak pernah dijamak oleh nurani,
dan menjadi bisu dan kaku,
Dia adalah kebenaran yang benar,

Berbagi maksud dari perkataan langit,
Memaksa sang penakluk untuk bersajak,
Biarpun sederhana terlihat,
Tapi dia menjadi kenyataan dari setiap perkataan,
Menjadi ibu dari setiap kelahiran,
Dan menjadi awal dalam setiap kejadian.

Aku tidak menolak setiap kedatangan-Nya,
Karena dia adalah hakikat dari maknaku,
Biarkan dia menyapa,
Karena Dia tidak menjauh dan tidak pergi,
Aku hanya membukanya dengan sujud.
Dan berkata ini kebenaran.

Dia tidak memaksa ku,
Berada dalam sadar ataupun tertidur,
Dia bukanlah majikan yang menjadikanku budak,
Tapi ini adalah laksana “aku kelaparan dan aku akan makan”
Begitu aku dengan-Nya,
Tidak banyak yang kutau,
Dan hanya rasa yang memaksaku berkata,
Bahwa inilah kebenaran.