Senin, 04 Agustus 2014

keluhku

angin merobek kulitku,
melalui pori2 pesan itu membawa mimpi panjang,
mimpi itu menjelma menjadi ketakutan,
ketakutan yang menertawakan perlawanan,
dan meniadakan kebenaran.


sepasang nyamuk di udara,
bernada dan menyapa dengan malu,
merekapun mengerti,
udara kini berbau kotor dan menyengat,
amarah dan kerakusan menjadi tujuan,
meniadakan manusai yang manusai.


wahai sang guru,
ma'afkan anak didikmu,
aku tidak bisa lagi membaca,
membaca buku-buku kasik tentang kehidupan,
yang kau ajarkan dengan cinta dan harapan.

buku yang kau ajarkan kini menjadi tumpukan dibelakang rumah,
kutu dan tikus berpesta dan bernyanyi,
debu menutupi maknanya,
dan akupun lupa menjadi manusia.

wahai sang ibu,
nasi kau masak didapur dulu,
kini menjadi bahasa yang sukar dalam langkahku,
menjadi alasan untuk meludah,
bahkan menjadi hakim kematian.

kederhanaan yang kau pupuk,
hilang dan berganti kemegahan,
kewajaran bertutur yang kau ajarkan,
kumaknai sebagai penindasan,
dan makna ku hilang bu.

wahai sang ayah,
keberanian yang kau ajarkan,
kini menjelma menjadi ganas dan buas,
memangsa apa saja,
tampa meniduri kebijaksanaan.

dulu kau mengajariku akan makna malu,
malu terhadap sesama manusia,
terhadap alam dan juga kematian,
namun kini,
aku menjadi malu kalau tidak memangsa manusai.

wahai masa silam,
mengajariku tentang kebenaran dan cinta,
berjalan dalam nada yang panjang,
menjadi guru dan kesimpulan hidup,
bertutur adlah air dan api.

akan tetapi,
aku lupa maknanya,
bahkan suara waktunya aku tak ingat,
kadang iya dan kadang tidak,
menjadi beban hidup yang nyata.

aku lupa akan masa dimana aku menjadi manusai,
aku lupa akan wujudku seperti apa,
aku lupa akan alasan duniaku,
aku lupa akan kehinaan yang hina..
entahlah







Tidak ada komentar:

Posting Komentar