Sabtu, 02 Agustus 2014

Anak yang Lapar

Anak yang lapar di jalan raya,
dicomberan peradaban,
dibawah gedung mewah,
disetiap persimpangan jalan,
dibawah jembatan,
teruslah bergumam.

anak yang lapar,
mencari akan makna kata kenyang,
bertahan demi satu alasan yang tak pasti,
hidup dan mati adalah sama,
bagaikan kerangka hidup sang sufi.

selimut tergumpal debu,
alas lelap adalah bumi,
kertas-kertas jalanan menjadi penghangat,
emperan tokoh menjadi istana,
memakan dan dimakan semua menjadi rakus.

menangislah ibu,
karena tangisan  adalah keihlasan,
keikhlasan akan suatu pengabdian,
anak2 bangsamu menjadi terlantar dan terdampar,
terkurung didalam rimba penuh tragedi,
memangsa dan dimangsa.
menjadi angan2 para pemimpin.

anak yang lapar,
mintalah pada Tuhan,
agar mereka menjadi bapak dan ibu yang baik,
mendengar air mata itu,
memaknai kalian sebagai layaknya anak.

anak yang lapar,
bersabarlah,
Tuhan tidak pernah tertidur,
dia slalu terjaga dengan keagungannya,
dan kau perlu mengangkat tangan atau berbaring manyapa-Nya.

anak yang lapar,
bertanyalah pada ibumu,
kenapa ayah ngak pernah pulang,
kenapa hidup membingungkan,
kenapa mati sangat dekat,
kenapa raja-raja sangat rakus,

anak yang lapar,
usaplah ingusmu dan mulai melangkah,
angkat celanamu,
berbaringlah dimana saja dalam keadaan tersenyum,
karena senyum adalah senjata,
senjata adalah mimpi yang menakutkan bagi penguasa.

 anak yang lapar,
minta pada langit,
agar hujan di tiadakan,
agar awan dimusnahkan,
dan petir makin menjadi.

anak yang lapar,
bantu ibu mu di dapur,
bantu dia memasak batu,
kelak batu itu akan tumbuh menjadi ksatria yang barani,
ibu menysui mu karena alasan,
dan kamu hidup adalah alasan.

anak yang lapar,
tenanglah,
masa itu akan segera tiba,
saat kau tersenyum dengan sederhana,
menyapa dan di sapa dgn alunan,
berbaris sama karena satu alasan,
dan bermimpi dlm istana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar