Minggu, 15 Februari 2015

Sajak secangkir kopi dan sebatang rokok.

Kau telah mengajariku bagaimana bersyukur dikala pagi datang,
Mengajariku bagaimana ber-Tuhan,
Bagaimana berjuang,
Bagaimana kesetiaan dan cinta,


Kau ku hisap lagi
Dan kebebasan terhembus perlahan bersatu dgn rintik embun ini,
Keyakinan ku memuncak,
Saat wajah mu yg jelita bermuara dlm gelas kopiku,
Kau berdandan ala putri mahkota,
Membuat kopiku bagaikan sajak di semesta kehidupan

aku memandangmu dan kau juga menebar senyum kepadaku,
ahh.. parasmu yg membuat setiap senja dihidupku tak pernah redup,
Kesederhaanmu bagaikan purnama yg tergantung dibusur kapalaku,
Bagaimana mungkin aku bisa beranjak.

Kau yg sering kupanggil tapi malu2,
Tersenyum dibalik asap yg ku hembus,
Kau tertanam bagaikan janji langit kepada manusia,
Tentang penyatuan yg mutlak

Bila semua keadaan tidak lagi menjadi imam hidup,
Mereka tidak lagi memanggilmu dengan nurani,
Pertapaan2 berbuah kerdil dan rakus,
Kutuklah aku wahai semesta,
Kutuklah menjadi ksatria,
Biar gunung dan laut percaya bahwa kita memang layak.

Sekitat jam 7.00
Kau ku minum lagi,
Sembari menerawang tentang auramu yg mempesona,
Aku malu,

Karena aku tidak bisa pergi dan menjauh
Bagiku kau tidak hanya sebatas kawan hidup,
bukan sekedar teman untuk diajak bercanda dan serius,
Tapi kau guru dalam setiap perjuanganku,
Begitu juga dengan dirimu.
1-2-15 (altar pembebasan).

1 komentar: